Orang-Orang Oetimu: Jalan Panjang Sejarah di Timur Indonesia

Judul: Orang-orang Oetimu

Penulis: Felix K. Nesi

Penerbit: Marjin Kiri

Tebal: 220 halaman

Pembukaan UUD 1945 rasanya lekat dalam ingatan pada anak-anak sekolah yang berbaris mengikuti upacara di setiap hari Senin, terutama pada poin awal teks tersebut. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Indonesia punya catatan panjang terkait penjajahan, baik sebagai korban maupun pelaku. Buku ini membahas gejolak politik dan kolonialisme yang dilakukan Indonesia di Timor Timur hingga berdampak pada kehidupan sosial di sana hingga beberapa tahun setelahnya.

Orang-orang Oetimu disajikan dengan latar 1990an dengan alur campuran. Awal cerita dimulai dengan suasana masyarakat Timor yang menikmati persaingan antara Brazil dan Prancis di final piala dunia di tahun 1998, kemudian dilanjutkan dengan cerita awal mula invasi Indonesia ke Timor. Perlahan disajikan bagaimana pergolakan politik beserta konfliknya hingga pelanggaran HAM yang dialami banyak masyarakat sipil.

Pemeran dalam novel ini juga mendapat peran yang cukup seimbang disertai dengan latar belakang yang membentuk mereka. Laura seorang anak gadis Portakes—istilah penduduk setempat menyebut orang Portugis. Di masa invasi Indonesia ke Timor, kedua orangtuanya ditembak. Sementara ia dan gadis-gadis seusianya ditangkap dan diperkosa. Suatu hari ketika masa ia seharusnya dibunuh oleh tentara, ia dilepaskan begitu saja dengan kondisi hamil dan buruk rupa. Ia berjalan jauh tanpa tujuan hingga ke Oetimu.

Di Oetimu ia bertemu dengan Am Siki, seorang sakti yang dihormati orang Oetimu dan dianggap sebagai pahlawan karena melawan Jepang. Konon ia hanya marah kepada tentara Jepang karena memperkosa kudanya, tanpa niat melawan penjajahan mereka. Di tangan Am Siki, Laura yang berangsur sehat dan rupanya kembali. Ia lalu melahirkan bayi laki-laki dan mengakhiri hidupnya. Sang anak diberi nama oleh Am Siki, Siprianus Portakes Oetimu atau yang disapa Ipi yang kelak menjadi seorang Sersan kepolisian yang ringan tangan kepada orang-orang yang ia anggap melawan hukum.

Sersan Ipi jatuh cinta dengan Silvy, seorang anak SMA yang kecantikannya dikenal seluruh Oetimu dan memiliki kecerdasan yang luar biasa. Sebelum di Oetimu dan tinggal bersama pamannya, ia sekolah di SMA Santa Helena yang saat itu menjadi sekolah terbaik di Timor. Ia terlampau pintar dan tidak disukai oleh guru-guru karena tersaingi oleh pengetahuan Silvy yang ia dapatkan dari banyak buku yang ia baca. Pada akhirnya ia keluar dari SMA tersebut karena ia merasa dirinya hamil—sebab faktanya guru sejarah yang menghamilinya sebenarnya mandul. Ia justru akhirnya dipersunting Sersan Ipi setelah mereka berhubungan di masa subur Silvy.

Linus, guru sejarah yang mandul itu sebenarnya Sarjana Ekonomi yang menghabiskan banyak sapi orang tuanya untuk kesenangan pribadinya semasa menjadi mahasiswa. Ia memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan bercita-cita menjadi tentara. Namun karena telinga kirinya tak bisa mendengar membuatnya tak bisa menjadi tentara. Selama berkuliah, ia membantu tentara mengetahui mahasiwa mana saja yang melakukan perlawanan hingga akhirnya mereka menghilang satu per satu. Tak ada yang mencurigai Linus meskipun para mahasiswa mengenali intel, karena teman-temannya menganggapnya bodoh. Sementara ia menikmati hasilnya dengan rokok dan prostitusi gratis. Linus juga tak beruntung soal percintaan yang selalu kandas. Setelah diperkenalkan obat bius oleh seorang tentara, ia meniduri banyak mahasiswi. Namun tak satu pun dari mereka hamil. Di saat itu pula Linus menyadari bahwa dirinya mandul.

SMA Santa Helena sendiri dahulu sekolah yang selalu dianggap buangan karena berisi siswa-siswa bebal dan berada di wilayah yang jauh. Namun setelah kedatangan Pastor Yosef, fasilitas dan sumber daya manusia di dalamnya mengalami pergantian. Ia membangun SMA Santa Helena dari donasi jemaah di gereja menjadi sekolah populer dan diburu anak-anak pintar. Pastor Yosef mengabdikan dirinya di daerah tersebut dan dipuji karena kemuliaannya. Namun ia memutuskan untuk berpindah dari tempat sebelumnya karena tertangkap basah oleh pastor kepala saat ia bercumbu dengan Maria, salah seorang jemaahnya.

Maria mengenal Yosef saat ia masih menjadi mahasiswa. Ia tergabung dalam organisasi Katolik di kampus. Hubungannya dengan Yosef hanya sebatas teman bicara yang menyenangkan. Maria sering meluapkan keresahannya terhadap kondisi politik dan beragama bersama Yosef. Sesekali ia berkelakar dengan umpatan, namun Yosef tetap bisa mengimbanginya. Mereka sempat saling mencintai, namun hal itu membuat mereka berpisah. Perpisahan itu sempat membuatnya tak mau ke gereja karena ia merasa dimanfaatkan Pastor Yosef setelah banyak mendengar cerita pastor lain meniduri temannya. Namun ia bertemu Wildan yang membuatnya kembali ke gereja. Pria baik hati itu akhirnya menikahinya dan mereka dikaruniai anak lelaki bernama Riko. Maria dan Wildan sering pula mengunjungi gereja tempat Pastor Yosef untuk beribadah dan bederma. Maria sangat bahagia dengan keluarga kecilnya.

Namun kebahagiaannya direnggut oleh truk iringan tentara yang menewaskan Wildan dan Rico. Kebenciannya terhadap pemerintah saat mahasiswa dulu semakin keras. Ditambah kehadiran petinggi tentara pada pemakaman suami dan anaknya justru memperkeruh suasana lantaran membuatnya muak. Maria begitu hampa dengan kesendiriannya. Pastor Yosef masih terobsesi dengannya. Ia sempat mencumbu Maria dan tertangkap basah oleh pastor kepala. Saat Yosef pergi menuju tempat yang jauh dengan Maria, Maria menyusul suami dan anaknya dengan melompat dari jembatan.

Setiap bagian cerita di buku ini dijahit dengan piawai. Pada akhirnya kita mengetahui latar belakang dan pribadi tokoh yang dimunculkan. Drama pada orang-orang Oetimu ini juga memunculkan banyak humor dan sindiran tentang bagaimana hegemoni memengaruhi kehidupan mereka. Tentang bagaimana Pastor Yosef dapat mengubah sistem organisasi sekolah dengan memecat guru yang tak mau menurut sampai pada Sersan Ipi yang dapat memukul siapa saja yang berbuat salah. Hal itu juga tentang ketidakberdayaan Maria saat keluarga kecilnya direnggut oleh truk iringan tentara—yang juga menelan korban-korban lain setelahnya—hingga tentang kecerdasan Silvy yang tak begitu berpengaruh pada hidupnya karena ia hamil dan akan dipersunting Sersan Ipi. Belum lagi tentang siapapun yang melawan akan di cap komunis.

Tak hanya drama yang disuguhkan untuk memperkuat lakon setiap peran, humor-humor tentang nasionalisme juga selalu mengiringi jalan cerita buku ini. Humor yang paling menarik adalah ketika masyarakat memuji Soeharto seperti raja di Jawa dan tentang cerita Am Siki kepada anak-anak di sekitarnya yang meresahkan orang tua tentang kudanya yang diperkosa tentara Jepang. Setelah bercerita, ia menutup dengan “Tidak boleh dibunuh, sekalipun itu orang jahat. Tidak boleh diperkosa, sekalipun itu kuda”. Orang-orang Oetimu juga menggambarkan bagaimana negara mengontrol militerisme hingga hal sesederhana menggantikan makanan pokok Timor menjadi nasi dengan narasi memakan jagung dan ubi menyebabkan kebodohan. Selain itu, terdapat pula bumbu seksual yang dikemas secara gamblang dan di antaranya membuat saya terganggu karena terdapat adegan nonkonsensual yang perlu saya ingatkan kepada pembaca sebagai peringatan pemicu respons negatif.

Secara keseluruhan, novel ini cukup menyenangkan untuk pembaca melihat sudut pandang kehidupan masyarakat Oetimu semasa Order Baru. Tentang bagaimana kekerasan dan kehilangan nyawa seolah hal yang biasa meskipun dampaknya untuk beberapa tokoh begitu nyata.


Comments

Popular posts from this blog

Contoh Balasan Surat Pribadi

[Review Produk] Cuka Apel Tahesta, Produk Lokal Murah Menghilangkan Jerawat

Sahabat Pena