"Menyalahi Zaman" dengan Narasi tentang Perempuan yang Reflektif
Judul: Muslimah yang Diperdebatkan
Penulis: Kalis Mardiasih
Penerbit: Buku Mojok
Tebal: xii + 202 halaman
Belakangan saya cukup tertarik dengan isu tentang
perempuan dan kesetaraan. Tahun 2019, saya mulai membaca novel bertemakan
perempuan karya Nh.Dini yang kemudian memantik saya untuk belajar lebih banyak
soal perempuan dan kesetaraan. Agaknya, isu yang belakangan terjadi juga
menjadikan saya belajar bahwa urgensi perempuan dan kesetaraan cukup besar.
Tapi, saya cukup heran dengan orang-orang yang tidak menganggap urgensi ini ada
bahkan dari perempuan sendiri.
Di bangku perkuliahan saya mengenalnya dengan
feminisme. Di luar ruang kelas, saya lebih banyak mempelajarinya lewat
esai-esai, podcast, sampai video youtube dari influencer feminis. Buku Muslimah
yang Diperdebatkan menjadi buku pertama yang saya baca yang menjelaskan
isu-isu perempuan dan ketimpangannya secara tersurat. Sebagai seorang perempuan
muslim, tentu saya membutuhkan narasi-narasi kesetaraan yang sesuai dan saya
juga perlu mengetahui ketimpangan apa saja yang terjadi dalam umat Islam saat
ini.
Buku perempuan kelahiran Blora yang satu ini memang
banyak diperbincangkan karena keberaniannya mengangkat isu yang sensitif bagi
masyarakat mainstream.
Tulisan-tulisannya juga menuai banyak kritik karena dianggap memiliki nilai
yang liyan. Dari awal, saya memang sangat menyukai tulisan-tulisannya lewat
beberapa kolom. Saya sendiri bukan seseorang yang gemar membaca tulisan
non-fiksi. Namun buku Kalis saya habiskan dalam waktu yang singkat.
Esai-esai Kalis yang dibukukan dalam Muslimah yang Diperdebatkan dikemas
dengan bahasa menyenangkan dan mampu menyentuh emosi saya saat ia menyatakan
fakta bahwa banyak ketimpangan nilai secara moral dan Islam yang terjadi di
sekitar kita. Beberapa judul esai di awal buku seperti “Curhat untuk Girlband
Hijab Syar’i”, “Setelah Kerudung Bersertifikat MUI, Hijab Hipster dan Sempak
Halal” sampai “Perempuan yang Sekolah Tinggi Memang Tidak Berminat Menikahi
Akhi-Akhi Cupet” agaknya cukup provokatif bagi sebagian orang, namun judulnya
cukup catchy karena sempat
diterbitkan di Mojok.co yang dikenal menerbitkan tulisan-tulisan menarik dengan
humor khasnya. Selain itu, pembahasan yang diangkat Kalis juga pembahasan tidak
populer yang sudah ia sebutkan sebagai diclaimer,
“menyalahi zaman” katanya. Pada topik-topik tersebut, Kalis menceritakan
keresahannya tentang bagaimana pemeluk Islam menjadikan Islam sebagai komoditas
hingga sekadar tren yang fenomenal.
Di sisi lain Kalis juga menceritakan keresahannya
tentang bagaimana cara pemeluk Islam memandang perempuan dan memperlakukan
perempuan, baik di ruang privat maupun ruang publik. Beberapa tulisan
mengangkat cara memandang perempuan berhijab dengan bijak seperti “Hikayat
Merek dan Studi Iklan: Pesan-Pesan untuk Kontes Hjab Hunt”, “Kerudung di Negeri
Ini dan Tafsir yang Dilekatkan pada Kami” dan “Selembar Kain Kerudung di Kepala
Politikus Perempuan”. Ada pula tulisan yang membahas mengenai keadaan umat
Islam seperti “Kenapa, sih, Umat Islam kok Merasa Tertekan?”, “Hijrah Rasul
Bukan Riwayat Caci Maki”, “Islam di Mata Orang Asing”, sampai “Dari Mana Asal
Tren ‘Maaf Sekadar Mengingatkan’?” yang didominasi topik pembahasan dari sudut
pandang yang berbeda dan lagi-lagi berasal dari keresahan.
Dalam esainya, Kalis mengungkapkan tentang bagaimana
fakta sosial mengenai kondisi perempuan saat ini. Ia menjelaskan bahwa tak
sedikit pula yang tak menyadari tentang perihal tersebut karena privilege yang dimiliki. Tentang
ketubuhan perempuan, cara pandang Islam mengenai perempuan, sampai isu mengenai
tidak disahkannya RUU-PKS disuarakan dengan penuh empati dan reflektif.
Muslimah yang
Diperdebatkan meski “menyalahi zaman”,
namun pada akhirnya pembaca diingatkan kembali bahwa untuk senantiasa berempati
dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Kalis dalam narasinya juga mengingatkan
kembali kepada pembaca bahwa nilai-nilai dalam Islam begitu kuat dalam
memuliakan perempuan dan melindungi perempuan.
Ketika di kampus dulu, teman-teman muslimah memiliki pandangan yang sama bahwa Islam mengajarkan nilai-nilai yang “memuliakan” perempuan, sebagian berusaha sungguh-sungguh untuk menyajikan peristiwa bersejarah tentang perempuan-perempuan di zaman Nabi yang memiliki peran yang baik di ranah publik, seperti misalnya sahabat Nabi yang membaca buku, istri Nabi yang ikut berperang maupun yang lain. Mereka percaya bahwa Aisyah adalah istri Nabi yang paling cerdas sebab ia paling banyak meriwayatkan hadis. Mereka percaya bahwa Khadijah adalah istri Nabi yang paling mandiri sebab ia adalah seorang pengusaha yang begitu kuat menopang duka perjalanan dakwah nabi.Kisah-kisah itu terus diulang bersama cerita akhlak Nabi yang memuliakan perempuan, tapi di waktu yang lain, mereka juga menegaskan hadis-hadis yang mengutuki perempuan dengan ancaman dosa dari malam hingga subuh. Teman-teman mengagumi Aisyah, akan tetapi, tidak dibarengi dengan perenungan bahwa mestinya Aisyah adalah seseorang yang peka terhadap situasi sosiologis masyarakat Arab dan keadilan nasib perempuan yang kerap kali ia adukan kepada Nabi Muhammad saw.. Mereka menyebut-nyebut Khadijah, akan tetapi, tidak merenung lebih mendalam bahwa semestinya Khadijah adalah perempuan yang paling melek literasi dan menjadi simpul sosial persoalan ekonomi masyarakatnya. (hal. 181-182)
Review Muslimah yang Diperdebatkan, Resensi Muslimah yang Diperdebatkan
Comments
Post a Comment