Egois: Definisi dan Sudut Pandang Remaja
Artikel ini ditulis berdasarkan kebuntuan hati dan pikiran beberapa waktu yang lalu. Sehingga menghasilkan kesimpulan yang tertuang pada sebuah tulisan.
Dalam
kehidupan remaja, selalu ada lika-liku di setiap perjalanan menemukan jati
diri. Untuk menemukannya, banyak sekali cara yang digunakan. Salah satunya
adalah mengisi waktu dengan hal yang diminati, misalnya hangout, berorganisasi, atau bercengkerama sesama umat beragama.
Ketika kita menjalani hal yang diminati, selain menemukan jati diri, kita juga
dapat bergaul dengan teman sesama peminat.
Akan
ada rasa nyaman jika kita berteman dengan orang yang memiliki kesamaan dengan
kita. Lalu, bagaimana dengan orang yang tertutup atau orang yang selalu berbeda
tipikal ketertarikannya akan sesuatu?
Baiklah,
ini adalah bentuk egois yang pertama.
Sebenarnya,
setiap manusia terlahir dengan sifat egois, baik secara bahasa maupun istilah. Jika
dicermati berdasarkan contoh di atas, tentu saja kita dapat menerka bahwa yang
egois pada paragraf tersebut adalah orang tertutup dan selalu berbeda tipikal
ketertarikannya. Tentu saja, karena mereka selalu menyembunyikan sesuatu
sendiri dan selalu berbeda pendapatnya dengan para mayoritas.
Namun,
coba anda bayangkan jika orang tertutup dan selalu berbeda tipikal
ketertarikannya itu adalah diri anda sendiri. Bukankah kaum mayoritas yang
lebih egois? Nah, hal ini seringkali dirasakan oleh remaja pada umumnya. Remaja
perlu rangkulan dari orang-orang sekitarnya, orang-orang yang selalu
mendukungnya, dan mendengarkan apa saja yang ia bicarakan. Permintaan yang
mudah, namun sulit dijalani. Mengapa sulit? Karena keegoisan itu telah melekat
dalam diri kita.
Untuk
mengatasinya, kita dapat berpikir sejenak, bagaimana jika kita ada dalam
posisinya. Akan ada rasa tertekan dan rasa kesepian. Namun untuk anda yang
tertutup, anda juga harus memiliki semangat layaknya mereka yang mayoritas.
Anda harus berkeyakinan teguh dan percaya bahwa Tuhan selalu ada untuk kita.
Kita
lanjutkan pada bentuk egois kedua.
Setiap
orang memiliki cara hidup yang beragam, terutama remaja. Ada yang menyibukkan
dirinya dengan pendidikan, menikmati hari-harinya dengan keluarga, menjalani
suka duka dengan sahabat, atau bahkan berbagi cinta dengan pacar.
Dibalik
empat aspek ini, akan selalu ada egois terselubung di dalamnya. Ketika kita
sibuk dengan pendidikan kita, mungkin kita tidak peduli dengan siapapun di sekitar
kita, baik itu keluarga maupun sahabat. Kita tak punya waktu untuk berkumpul
dengan keluarga, atau kita tak dapat berbagi dengan sahabat. Pendidikan memang
penting, namun kodrat kita sebagai manusia untuk hidup berdampingan juga harus
kita anut. Sebagai keluarga dan juga sahabat, kita juga harus dapat berbagi
dengan mereka agar mereka juga nyaman dengan kita.
Untuk
sahabat dan pacar, akan ada saat dimana persahabatan atau hubungan berakhir.
Dalam dua aspek ini, salah satu hubungan paling egois adalah pacaran. Hidup serasa
berdua, melupakan sahabat dan keluarga yang selalu mendukung kita. Ketika
hubungannya berakhir, galaunya tak terhingga. Dari hubungan pacaran atau
menyukai lawan jenis ini, remaja akan memiliki problematika dengan orang
sekitarnya. Yang sering terjadi adalah ketika pacar itu direbut, akan ada
permusuhan yang entah kapan akan usai. Siapa yang kita salahkan, pacar kitakah
atau orang itu? Tentu saja kita sendiri, yang telah memilih jalan yang salah.
Labilnya
sifat kita inilah yang membuat kita sebagai remaja kurang hati-hati dalam
memilih. Dari dua aspek yang sudah dibahas, dua aspek lainnya merupakan aspek
terpenting dalam kehidupan kita di dunia, yaitu keluarga dan sahabat. Merekalah
sumber berbagi terbaik, baik untuk saling mengerti satu sama lain maupun
berbagi kehangatan serta bersama-sama mendekatkan diri kepada-Nya.
Keren postnya
ReplyDeleteTerima kasih.
Delete