Sejarah, Pendidikan, dan Sawit di Desa Mungguk


Pada awal tahun, hal yang membuat saya antusias memulai waktu adalah kegiatan Pengabdian pada Masyarakat dari himpunan mahasiswa program studi. Selain mengemban tugas menjadi pemandu para relawan pendidikan—yang terdiri dari mahasiswa baru—untuk beberapa hari, kepanitiaan pertama saya dalam agenda tersebut tak boleh dilewatkan hanya untuk bersenang-senang saja. Berada di tanah orang membuat saya menuntut diri saya sendiri untuk mengenali lingkungan sekitar saya.

Bus yang membawa kami dari Pontianak berhenti di salah satu titik di Kecamatan Ngabang karena rendahnya tiang listrik sehingga bus tak dapat masuk hingga jalan utama menuju Desa Mungguk. Kami menumpangi truk dan pikap hingga sampai ke Desa Mungguk. Jarak dari kecamatan ke Desa Mungguk cukup jauh dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Perjalanan menuju ke dalamnya ditemani dengan jalan beraspal yang menanjak dan menukik karena dataran tinggi ditemani jurang. Kanan kiri terdapat pohon karet yang menjadi ladang uang warga di sekitarnya.

Jalannya beraspal rapi namun ada sedikit lubang di beberapa titik. Lubang tersebut tentu diukir oleh ban truk-truk sawit yang tiap jam bolak-balik mengantarkan sawit ke perusahaan besar yang jauh di dalam, di luar desa yang saya tempati selama beberapa hari yang lalu. Tapi kami bersyukur di sini masih banyak hutan, kata seorang pemuda—dalam percakapan kami di hari keempat saya berada di Desa Mungguk. Ia berkata setelah bercerita bahwa 2015 lalu beberapa lahan dibuka dan menjadi penyumbang asap dari kebakaran hutan terhebat tahun itu. Bahkan kehebatan kebakaran saat itu belum bisa dikalahkan oleh kebakaran hutan selanjutnya pada 2016 hingga 2019. Kami bersyukur datang saat kabut yang dirasakan adalah kabut embun yang begitu tebal hingga pukul delapan pagi.

Aliran Sungai Landak dan Sungai Menyuke' juga menjadi jalan bagi transportasi masyarakat setempat. Di seberang Sungai Landak terdapat makam Raja Abdul Kahar, seorang Raja dari Kerajaan Landak dengan Ibu Negeri Mungguk. Raja yang masih punya darah Majapahit. Tak jauh dari makamnya terdapat dua meriam yang berbeda arahnya. Konon, arah dari salah satu meriam tersebut tertuju pada tanah tempat istana pertama Kerajaan Landak. Kami mengunjungi makam sebagai tradisi yang wajib dilakukan pendatang ketika berkunjung ke Desa Mungguk. Kegiatan di luar rencana tersebut justru memberikan pelajaran yang baru dan kedekatan kami dengan sejarah. Dalam perjalanan kami mengunjungi makam dan meriam, kami mendengarkan dosen pendamping kami, Pak Parlindungan Nadeak menceritakan banyak kesamaan peninggalan kerajaan-kerajaan di Kalimantan Barat—dalam hal ini kerajaan Melayu (Islam). Dengan data yang beliau ketahui, kerajaan antar kerajaan di Kalimantan Barat saling terikat satu sama lain.

Di samping mengenal Desa Mungguk dari warga dan tokoh masyarakat, selama lima hari kami mengarahkan para relawan pendidikan untuk mulai mengenal kegiatan pembelajaran di sekolah dan di luar sekolah. Kegiatan tersebut diadakan agar anak-anak di Desa Mungguk menjadi dekat dengan mereka—relawan pendidikan—dan dapat mengenal pembelajaran yang menyenangkan. Aksi permainan rakyat juga turut menjadi hiburan warga dari himpunan mahasiswa kami. Tak hanya itu, kegiatan bakti sosial juga turut dilakukan secara gotong royong.

Banyak sekali cerita yang tidak dapat diselesaikan hanya dalam duduk beberapa saat tentang pengalaman beberapa waktu yang lalu. Banyak hal yang tak dilihat banyak orang, namun hal tersebut justru penuh dengan masalah dan perlu ditangani. Hal lainnya pun perlu sekali diketahui namun sedikit yang hendak mencari tahu. Senang rasanya mendapat cerita emas dari dalam Desa Mungguk.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Balasan Surat Pribadi

Sahabat Pena

Apa yang Kita Tinggalkan di Ruang Publik Dunia Maya?